ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN TETANUS GENERALISATA
1. LANDASAN TEORI
1.1 Landasan Teori ( Konsep Medis dan Asuhan Keperawatan )
1.1.1 Tetanus adalah Penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh clostridium tetani ( Rampengan, 1993 : 35 )
1.1.2 Tetanus adalah Suatu penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang menghasilkan exotoksin ( Suriadi, 2001 : 273)
1.1.3 Tetanus dalah Penyakit infeksi yang ditandai dengan kekakukan dan kejang oto tanpa disertai gangguan kesadaran sebagai akibat dari toksin kuman clostridium tetani ( Suharso D, 1994 : )
1.2 Etiologi
Kuman tetanus yang dikenal sebagai clostridium tetani berbentuk batang dengan ukuran panjang 2 – 5 Mm, lebar 0,3 – 05 Mm, termasuk gram + dan bersifat anaerob. Kuman tetanus ini membentuk spora yang tahan dalam air mendidih selama 4 jam, obat antiseptik, tetapi mati dalam autoclaf bila dipanaskan selama 15 – 20 menit pada suhu 1210 C.
Kuman tetanus tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin disebut juga neurotoksin karenatoksin ini melalui beberapa jalan dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan ( rigiditas ), spasme otot dan kejang-kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
1.3 Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain : luka tusuk ( oleh besi, kaleng ), luka bakar , luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang-kadangluka tersebut hampi tak terlihat. Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjadi hipoerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan mekrotis, lekosit yang mati, benda-benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasive. Bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin sangat mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui dua cara :
1. Secara Lokal : Diabsorbsi melalui mioneural junction pada ujung-ujung saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik kecornu anterior susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer.
2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu kesirkulasi darah untuk seterusnya susunan saraf pusat.
Aktivitas tetanospasmin pada motor end plate akan menghambat pelepasan asetilkolin, tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot meningkat dan terjadi kontraksi otot berupa spasme otot, tetanospasmin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga terjadi overtivitas simpati berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan dan meningkatnya ekskresi karekolamin dalam urin.
Tenanospasmin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh antitoksin tetanus.
1.1 Secara Klinis tetanus ada 3 Macam
1.4.1 Tetanus Umum :
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hiperdermis. Biasanya tetanus ini timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang ( trismus ) dan leher ( kaku kuduk ). Dalam 24 – 48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai keekstremitas. Biasanya juga diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal ( rabaan, sinar, bunyi ), Tetensi urine serta panas-panas yang tinggi.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overtivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi dan aritmia jantung.
Menurut Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :
Grade I : Ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari.
- Period of onset > 6 hari.
- Trismus positif tetapi tidak berat.
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
- Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme di sekitar luka dan kekakuan umumterjadi beberapa jam atau hari.
Grade II : Sedang
- Masa inkubasi 10 – 14 hari.
- Period of onset 3 hari atau kurang.
- Trismus ada dan disfagia ada.
- Kekakuan umum terjadi dalam bebarapa hari tetapi disnoe dan sianosis tidak ada.
Grade III : Berat
- Masa inkubasi < 10 hari.
- Period of onset 3 hari atau kurang.
- Trismus berat.
- Disfagia berat
- Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardi
1.4.2 Tetanus Lokal
Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka, bentuk ini dapat berkembang menjadi tetanus umum.
1.4.3 Tetanus Cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadi bentuk itu bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis, gejala berupa disfungsi saraf cranial antara lain III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi.
1.2 Diagnosis
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi.
- Gejala Klinis.
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
1.3 Diagnosis Banding.
1.6.1 Meningitis bacterial.
1.6.2 Poliomielitis.
1.6.3 Rabies
1.6.4 Keracunan Sttichnine.
1.6.5 Tetani
1.6.6 Retropharingeal abses.
1.6.7 Tonsilitis berat.
1.6.8 Efek samping fenotiasin.
1.6.9 Kaku kuduk juga dapat terjadi pada mastoiditis, pneoumonia lobaris atas.
1.4 Komplikasi
1.7.1 Pada saluran pernapasan
Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme lating dan seringnya kejang menyebabkan terjadinya asfiksia, aspirasi pneumoni, atelektasis akibat obstruksi oleh secret.
1.7.2 Pada Kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas simpatis yang meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi, vasokontriksi perifer dan rangsangan miokardium.
1.7.3 Pada Tulang dan Otot
Pada otot karena spasma yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot.
Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis
1.5 Prognosa Dipengaruhi :
1.8.1 Masa inkubasi
1.8.2 Umur
1.8.3 Period of onset
1.8.4 Panas
1.8.5 Pengobatan
1.8.6 Ada tidaknya komplikasi
1.8.7 Frekuensi kejang
1.6 Pengobatan
Pengobatan pada klien tetanus ada 2 :
1). Secara Umum
- Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan, ruang perawatan harus tenang.
- Perawatan luka harus baik.
- Bila perlu berikan oksigen.
- Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang lakukan section.
- Makan dan minum melalui sonde lambung.
2). Secara Khusus
- Ats
Dosis 50.000 – 100.000 Iu yang diberikan ½ lewat IV dan ½ im iv diberikan dengan cara melarutkan dalam 100 200 Cc glukosa 5% selama 1 – 2 jam.
- Anti Konvulsan dan Sedatif
Diaszepam ® diberikan bila kejang dengan dosis 0,5 mg/kg BB/iv, fenobarbital, largactil.
- Antibiotik
PP dosis 50.000 u/kg BB/hr im selama 10 hari atau 3 hari setelah panas turun.
Tetrasiklin dan eritromisin 30 – 50 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis selama 10 hari dan 50 kg/hr selama 4 dosis ® bila alergi penicillin.
1.7 Pengkajian
1.10.1 Anamnesa
a). Biodata
Sering terjadi umur 5 – 19 tahun dan 20 – 29 tahun, meningkat pada usia 30 – 34 tahun, sering terjadi pada laki-laki 3 : 1 (Rampengan, 1993 : 37).
b). Keluhan Utama
Kaku pada otot lokal, kerusakan nuka mulut, kejang.
c). Klien datang ke rumah sakit paling sering kekakuan rahang dan mulut yang terkunci, kemudian mengenai otot leher, dan dinding abdomen dan diikuti kejang menyeluruh.
d). RPD
Dapat dikaji riwayat sebelumnya yaitu adanya luka, radang gigi, benda asing dalam luka yang menyembuh.
e). RPK
Kaji ibu saat hamil apakah sudah imunisasi TT, adakah anggota keluarga yang pernah menderita penyakit tetanus.
f). ADL
Pola Nutrisi : Sering terjadi gangguan nutrisi karena sukarnya membuka mulut dan gangguan menelan maka masuknya cairan dan elektrolit serta kalori sangat terganggu.
Pola Istirahat : Tidur kurang dari kebutuhan karena terjadinya kejang yang terus menerus.
Pola Eliminasi : Terjadi spasme spinter kandung kencing.
Pola Aktivitas : Keterbatasan aktivitas karena kekakuan oto dan kejang.
Personal hygiene : Klien tidak dapat mengurus dirinya sendiri.
1.8 Pemeriksaan Fisik
1.11.1 Kepala : Alis tertarik keatas, sudut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
1.11.2 Leher : Kaku kuduk sampai epistotonus.
1.11.3 Dada : Terlihat tarikan IC.
1.11.4 Perut : Otot dinding perut tegang, kk teraba penuh.
1.11.5 Exitrimitas : Spasme yang khas yaitu badan kaku dengan epistotonus, extrimitas inferior dalam keadaan extensi, lengan kaku, tangan mengepal kuat.
1.9 Kemungkinan Diagnosis Yang Timbul ( Ngastiyah, 1997 : 224 )
1.9.1 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan trismus.
1.9.2 Resiko tinggi terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan 02 berhubungan dengan spasme otot pernapasan.
1.9.3 Gangguan mobilitas berhubungan dengan menurunya kemampuan motorik.
1.9.4 Peningkatan suhu tubuh b/d efek toksin.
1.9.5 Hubungan interpersonal terganggu b/d kesulitan bicara.
1.9.6 Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari b/d sering kejang.
1.9.7 Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b/d intake yang kurang.
1.9.8 Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangan b/d kurangnya informasi.
1.9.9 Kurangnya kebutuhan istirahat b/d seringnya kejang.
1.10 Perencanaan
1). Diagnosa I
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Individu akan melaporkan adanya peningkatan
Kemampuan menelan, mengkonsumsi makanan dengan peningkatan presentasi, tidak terjadi penurunan hasil.
Intervensi :
- Jelaskan faktor yang mempengaruhi dalam makan dan pentingnya makanan bagi tubuh.
R/ dampak tetanus adalah adanya kekacauan otot pengunyah.
- Kolaborasi
Pemberian diid tktp cair, lunak atau bubur kasar.
Berikan cairan iv
Pasanga not b/p
R/ membantu memenuhi nutrisi tubuh.
- Lakukan observasi intake dan output
R/ untuk mengetahui keberhasilan keperawatan.
- Berikan makanan sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat.
R/ untuk menambah dan mengganti output.
2). Diagnosa II
Tujuan : Kebutuhan O2 terpenuhi, jalan nafas efektif.
Kriteria Hasil : Pola nafas dalam batas normal, bunyi nafas vesikuler, nilai gada darah arteri dalam batas normal.
Intervensi :
- Bebaskan jalan nafas dengan mengatur kepala extensi.
R/ meluruskan rongga pernafasan sehingga proses respirasi lancar.
- Auskultasi nafas tiap 2 – 4 jam
R/ Ronchi menunjukkan gangguan pernafasan akibat adanya secret.
- Oksigen
R/ mencegah terjadinya hipoksia
- Bersihkan mulut dari secret
R/ mempermudah prose respirasi
- Kolaborasi pemberian mukolirik
R/ mengencerkan secret.
3). Diagnosa III
Tujuan : Klien dapat mobilisasi sendiri
Kriteria Hasil : - Skala kekuatan mandiri.
- Tidak terjadi atropi dan kontraktur
Intervensi :
- Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab kelemahan oto.
R/ meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga secara adequate.
- Ajarkan pada klien tentang rentang gerak aktif dan pasif.
R/ meningkatkan kekuatan otot, mencegah atropi dan kontraktur.
- Motivasi klien untuk melakukan latihan gerak aktif dan pasif secara teratur.
R/ meningkatkan kekuatan oto, mencegah atropi dan kontraktur.
- Lakukan latihan miring kiri – miring kanan sesuai indikasi.
R/ menghindari penekanan yang lama pada anggota badan dan mencegah terjadinya dekubitus.
- Obsevasi Tru sesuai indikasi.
R/ Deteksi dini terjadi kalainan.
4). Diagnosa IV
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria Hasil :
Intervensi :
- Atur suhu lingkungan yang nyaman.
R/ pelepasan panas melalui evaporasi dan konveksi.
- Pantau suhu tubuh tiap 2 jam.
R/ identivikasi perkembangan gejala.
- Berikan minum yang cukup.
R/ minum yang cukup mengganti cairan yang hilang.
DAFTAR PUSTAKA
T.H RAMPENGAN Ds Ak, dr, (1993) ILMU PENYAKIT INFEKSI TROPIK PADA ANAK, EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall, (1997) DIAGNOSA KEPERAWATAN, EDISI 6, EGC, Jakarta
Doenges Marilynn E, (1999) RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN, EDISI 3, EGC, Jakarta.
Blog Riyawan | Kumpulan Artikel Keperawatan Farmasi
Blog Riyawan | Kumpulan Artikel Keperawatan Farmasi
Angastiyah, (1997) PERAWATAN ANAK SAKIT, EGC, Jakarta.
Suriadi, skp (2001) ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK EDISI 1, CV. SA GUNG SETO, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar